Pengguna Kontrasepsi Modern di Papua Barat Masih Rendah, BKKBN Perkuat Cakupan KBKR di Wilayah Khusus Termasuk di Wondama
WASIOR, Diskominfo Teluk Wondama – Tingkat kepesertaan KB (Keluarga Berencana) terutama pengguna metode kontrasepsi modern (mCPR) di wilayah Papua Barat tergolong masih rendah. Di sisi lain, kebutuhan KB yang tidak terpenuhi (unmeet need) masih tinggi.
Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Papua Barat mencatat pada 2023 mCPR di provinsi kedua di tanah Papua itu baru menembus 31,0 persen. Masih lebih rendah dari capaian provinsi lainnya di Indonesia.
Sementara unmeet need di Papua Barat mencapai 29,20 persen atau sedikit lebih rendah dari target tahun 2023 yakni 29,76 persen.
Hal ini mengakibatkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) sebesar 17,1 persen dari target 19,8 persen.
“Kehamilan tidak diinginkan ada 17 persen. Kehamilan tidak diinginkan itu artinya mereka peserta KB tapi karena tidak dilayani mungkin kontrasepsi (tidak tersedia), ataupun dia lalai mengatur sehingga malah hamil.
Jadi kehamilan tidak diinginkan semakin meningkat, “jelas Sekretaris Perwakilan BKKBN Provinsi Papua Barat Yahya R. Rumbino.
Rumbino menyampaikan itu di sela-sela kegiatan Intensifikasi dan Integrasi Pelayanan KBKR di Wilayah Khusus (KBMKPJ) di Kabupaten Teluk Wondama, di Puskesmas Wondiboi, Kabupaten Teluk Wondama, Selasa, 23 April 2024.
Rumbino mengakui penerapan program KB di Papua Barat termasuk di tanah Papua secara keseluruhan masih dihadapkan dengan berbagai kendala yang membuat cakupan kepesertaan KB di Bumi Cenderawasih relatif masih rendah.
Antara lain adanya anggapan bahwa KB untuk membatasi kelahiran/keturunan khususnya untuk orang asli Papua, wilayah Papua masih kosong dan luas juga KB bertentangan dengan ajaran agama. Termasuk pandangan tradisional soal banyak anak banyak rezeki.
“Kami sekali lagi ingatkan bahwa program KB bukan melarang orang untuk punya anak. Tetapi kita mengarahkan, menganjurkan kitong punya mama dorang ikut KB supaya merencanakan kehamilan yang sehat. Artinya kita merencanakan proses kelahiran, “ujar Rumbino.
Untuk itu, strategi baru BKKBN yakni penyelengggaraan KB dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) berbasis kewilayahan dengan fokus sasaran pada wilayah khusus.
Yakni daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, kepulauan dan wilayah transmigrasi dan miskin perkotaan diharapkan mampu mendorong peningkatan akses dan kualitas penyelenggaraan KB.
Strategi itu dijalankan dengan memperkuat peran serta mitra-mitra di setiap kabupaten/kota seperti IBI (Ikatan Bidan Indonesia), PKK, TNI/Polri dan komponen terkait lainnya termasuk lembaga agama.
“Kita harapkan peran serta semua pihak karena dengan dengan menjaga jarak kehamilan itu mengurangi anak berisiko stunting, “kata Rumbino.
Sejalan dengan itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Teluk Wondama juga mengajak peran serta para pemangku kepentingan khususnya organisasi wanita untuk menyukseskan program KB.
“KB bukan hanya urusan BKKBN, bukan urusan Dinas Pemberdayaan Perempuan tapi urusan kita semua, terlebih organisasi perempuan, “kata Sekretaris DP3AP2KB Teluk Wondama Yohana Wainira yang tampil mewakili Kepala Dinas membuka kegiatan sosialiasi tersebut.
Terkait kepesertaan KB di Teluk Wondama, Yohana mengklaim jumlah akseptor KB di Wondama terus meningkat seiring dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengatur jarak kelahiran.
Untuk alat kontrasepsi, menurut Yohana, selama ini yang paling digemari adalah pil dan suntik karena dianggap lebih mudah dan praktis.
Namun dalam beberapa waktu terakhir penggunaan kontrasepsi modern terutama implan semakin meningkat.
Adapun Data BKKBN menunjukkan cakupan mCPR di Teluk Wondama tahun 2023 mencapai 48,5 persen dari target 37,50 persen.
“Sekarang implan ini mulai banyak digunakan. Karena menggunakan implan sebenarnya tidak sulit dan tidak berpengaruh kepada kesehatan. Implan bisa bertahan sampai tiga tahun jadi lebih aman, “sebut Yohana.